BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia terletak di posisi geografis antara benua Asia dan
Eropa serta samudra Pasifik dan Hindia, sebuah posisi yang strategis dalam
jalur pelayaran niaga antar benua. Salah satu jalan sutra, yaitu jalur sutra
laut, ialah dari Tiongkok dan Indonesia, melalui selat Malaka ke India. Dari
sini ada yang ke teluk Persia, melalui Suriah ke laut Tengah, ada yang ke laut
Merah melalui Mesir dan sampai juga ke laut Tengah (Van Leur). Perdagangan laut
antara India, Tiongkok, dan Indonesia dimulai pada abad pertama sesudah masehi,
demikian juga hubungan Indonesia dengan daerah-daerah di Barat (kekaisaran
Romawi). Perdagangan di masa kerajaan-kerajaan tradisional disebut oleh Van
Leur mempunyai sifat kapitalisme politik, dimana pengaruh raja-raja dalam
perdagangan itu sangat besar. Misalnya di masa Sriwijaya, saat perdagangan
internasional dari Asia Timur ke Asia Barat dan Eropa, mencapai zaman
keemasannya. Raja-raja dan para bangsawan mendapatkan kekayaannya dari berbagai
upeti dan pajak. Tak ada proteksi terhadap jenis produk tertentu, karena mereka
justru diuntungkan oleh banyaknya kapal yang “mampir”.
Penggunaan uang yang berupa koin emas dan koin perak sudah
dikenal di masa itu, namun pemakaian uang baru mulai dikenal di masa kerajaan-kerajaan
Islam, misalnya picis yang terbuat dari timah di Cirebon. Namun penggunaan uang
masih terbatas, karena perdagangan barter banyak berlangsung dalam sistem
perdagangan Internasional. Karenanya, tidak terjadi surplus atau defisit yang
harus diimbangi dengan ekspor atau impor logam mulia.
Kejayaan suatu negeri dinilai dari luasnya wilayah,
penghasilan per tahun, dan ramainya pelabuhan.Hal itu disebabkan, kekuasaan dan
kekayaan kerajaan-kerajaan di Sumatera bersumber dari perniagaan, sedangkan di
Jawa, kedua hal itu bersumber dari pertanian dan perniagaan. Di masa pra
kolonial, pelayaran niaga lah yang cenderung lebih dominan. Namun dapat
dikatakan bahwa di Indonesia secara keseluruhan, pertanian dan perniagaan
sangat berpengaruh dalam perkembangan perekonomian Indonesia, bahkan hingga
saat ini.
Setelah masa kerajaan-kerajaan Islam, pembabakan perjalanan
perekonomian Indonesia dapat dibagi dalam empat masa, yaitu masa sebelum kemerdekaan,
orde lama, orde baru, dan masa reformasi.
1.1 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas kami kelompok 1 akan
membahas masalah “Sejarah Perekonomian
Indonesia Di Masa Kolonial / Sebelum Kemerdekaan ?”
1.2 Tujuan
Pembahasan
Tujuan kelompok kami membahas materi Sejarah Perekonomian
Indonesia Di Masa Kolonial / Sebelum Kemerdekaan ini antara lain :
·
Sebagai
wadah dalam menambah pengetahuan tentang perkembangan sejarah perekonomian
Indonesia pada masa kolonial.
·
Untuk
mengetahui seluk beluk sejarah perekonomian Indonesia pada masa kolonial.
BAB II
PEMBAHASAN
Berbeda dengan sejarah politik dan sosial Indonesia, maka
sejarah perekonomian Indonesia sampai beberapa waktu yang lalu belum banyak
dipelajari oleh para sejarawan dan ekonom Indonesia ataupun asing. Keadaan ini
berbeda sekali dengan keadaan di Asia Selatan dimana banyak penelitian tentang
dampak kekuasaan kolonial atas perekononomian.
Berbagai kajian mutakhir tentang sejarah perekonomian
Indonesia selama zaman kolonial disajikan dalam konperensi pertama yang secara
khusus membahas sejarah perekonomian Indonesia. Kebangkitan studi sejarah
Perekonomian Indonesia selama dasawarsa terakhir ini dimungkinkan oleh beberapa
perkembangan yang menguntungkan. Pertama sejak pertengahan dasawarsa 1960-an
banayk bahan arsip di negeri Belanda dan Indonesia tentang administrasi
pemerintah kolonial Belanda di Indonesia selama abad ke-19 dan ke-20 telah
dibuka untuk umum. Pengkajian yang lebih mendalam ini telah menghasilkan
temuan-temuan baru yang dapat menumbangkan berbagai pandangan mapan tentang
masa lampau, seperti misalnya kayakinan yang umumnya terdapat pada para
sejarawan bahwa akibat Sistem Tanam Paksa, para petani di Jawa telah menjadi
lebih miskin.
Perkembangan kedua yang juga amat mendorong kebangkitan
studi sejarah perekonomian Indonesia adalah usaha kompilasi dan seleksi
sejumlah data statistik yang amat besar tentang sejarah perekonomian Indonesia
selama kurun waktu 1816-1940 yang sejak awal dasawarsa 1970-an dilakukan oleh
sekelompok kecil ekonom Belanda dibawah pimpinan almarhum P. Creutsberg, seorang
pensiunan dari biro pusat Statistik, Jakarta. Maka beberapa ekonom di Australia
dan di negeri Belanda yang semula menaruh perhatian dan perkembangan Indonesia
masa kini, mulai mengalihkan perhatian mereka pada sejarah ekonomi Indonesia
selama abad ke-19 dan awal abad ke-20 dalam rangka usaha mereka untuk mnemahami
dengan lebih baik perkembangan ekonomi indonesia masa kini.
Sebelum merdeka,
Indonesia mengalami masa penjajahan yang terbagi dalam beberapa periode. Ada
empat negara yang pernah menduduki Indonesia, yaitu Portugis, Belanda,Inggris,
dan Jepang. Portugis tidak meninggalkan jejak yang mendalam di Indonesia karena
keburu diusir oleh Belanda, tapi Belanda yang kemudian berkuasa selama sekitar
350 tahun, sudah menerapkan berbagai sistem yang masih tersisa hingga kini.
Untuk menganalisa
sejarah perekonomian Indonesia, rasanya perlu membagi masa penjajahan/ kolonial
menjadi beberapa periode, berdasarkan perubahan-perubahan kebijakan yang mereka
berlakukan di Hindia Belanda (sebutan untuk Indonesia saat itu).
Ø Vereenigde Oost-Indische Compagnie
(VOC)
Belanda yang
saat itu menganut paham Merkantilis benar-benar menancapkan kukunya di Hindia
Belanda. Belanda melimpahkan wewenang untuk mengatur Hindia Belanda kepada VOC
(Vereenigde Oost-Indische Compagnie), sebuah perusahaan yang didirikan dengan
tujuan untuk menghindari persaingan antar sesama pedagang Belanda, sekaligus
untuk menyaingi perusahaan imperialis lain seperti EIC (Inggris). Untuk
mempermudah aksinya di Hindia Belanda, VOC diberi hak Octrooi, yang antara lain
meliputi:
a) Hak
mencetak uang
b) Hak
mengangkat dan memberhentikan pegawai
c) Hak
menyatakan perang dan damai
d) Hak
untuk membuat angkatan bersenjata sendiri
e) Hak
untuk membuat perjanjian dengan raja-raja
Hak-hak
itu seakan melegalkan keberadaan VOC sebagai “penguasa” Hindia Belanda. Namun
walau demikian, tidak berarti bahwa seluruh ekonomi Nusantara telah dikuasai VOC.
Kenyataannya, sejak tahun 1620, VOC hanya menguasai komoditi-komoditi ekspor
sesuai permintaan pasar di Eropa, yaitu rempah-rempah. Kota-kota dagang dan
jalur-jalur pelayaran yang dikuasainya adalah untuk menjamin monopoli atas
komoditi itu. VOC juga belum membangun sistem pasokan kebutuhan-kebutuhan hidup
penduduk pribumi. Peraturan-peraturan yang ditetapkan VOC seperti verplichte
leverentie (kewajiban meyerahkan hasil bumi pada VOC ) dan contingenten (pajak
hasil bumi) dirancang untuk mendukung monopoli itu. Disamping itu, VOC juga
menjaga agar harga rempah-rempah tetap tinggi, antara lain dengan diadakannya
pembatasan jumlah tanaman rempah-rempah yang boleh ditanam penduduk, pelayaran
Hongi dan hak extirpatie (pemusnahan tanaman yang jumlahnya melebihi
peraturan). Semua aturan itu pada umumnya hanya diterapkan di Maluku yang
memang sudah diisolasi oleh VOC dari pola pelayaran niaga samudera Hindia.
Dengan
memonopoli rempah-rempah, diharapkan VOC akan menambah isi kas negeri Belanda,
dan dengan begitu akan meningkatkan pamor dan kekayaan Belanda. Disamping itu
juga diterapkan Preangerstelstel, yaitu kewajiban menanam tanaman kopi bagi
penduduk Priangan. Bahkan ekspor kopi di masa itu mencapai 85.300 metrik ton, melebihi ekspor cengkeh yang Cuma 1.050 metrik
ton. Namun, berlawanan dengan kebijakan merkantilisme Perancis yang melarang
ekspor logam mulia, Belanda justru mengekspor perak ke Hindia Belanda untuk
ditukar dengan hasil bumi. Karena selama belum ada hasil produksi Eropa yang
dapat ditawarkan sebagai komoditi imbangan,ekspor perak itu tetap perlu
dilakukan. Perak tetap digunakan dalam jumlah besar sebagai alat perimbangan
dalam neraca pembayaran sampai tahun 1870-an.
Pada
tahun 1795, VOC bubar karena dianggap gagal dalam mengeksplorasi kekayaan
Hindia Belanda. Kegagalan itu nampak pada defisitnya kas VOC, yang antara lain
disebabkan oleh :
a. Peperangan
yang terus-menerus dilakukan oleh VOC dan memakan biaya besar, terutama perang
Diponegoro.
b. Penggunaan
tentara sewaan membutuhkan biaya besar.
c. Korupsi
yang dilakukan pegawai VOC sendiri.
d. Pembagian
dividen kepada para pemegang saham, walaupun kas defisit.
Maka,
VOC diambil-alih (digantikan) oleh republik Bataaf (Bataafsche Republiek). Republik
Bataaf dihadapkan pada suatu sistem keuangan yang kacau balau. Selain karena
peperangan sedang berkecamuk di Eropa (Continental stelstel oleh Napoleon),
kebobrokan bidang moneter sudah mencapai puncaknya sebagai akibat
ketergantungan akan impor perak dari Belanda di masa VOC yang kini terhambat
oleh blokade Inggris di Eropa. Sebelum republik Bataaf mulai berbenah, Inggris
mengambil alih pemerintahan di Hindia Belanda.
Ø Pendudukan Inggris (1811-1816)
Inggris berusaha merubah pola pajak
hasil bumi yang telah hampir dua abad diterapkan oleh Belanda, dengan
menerapkan Landrent (pajak tanah). Sistem ini sudah berhasil di India, dan
Thomas Stamford Raffles mengira sistem ini akan berhasil juga di Hindia
Belanda. Selain itu, dengan landrent, maka penduduk pribumi akan memiliki uang
untuk membeli barang produk Inggris atau yang diimpor dari India. Inilah
imperialisme modern yang menjadikan tanah jajahan tidak sekedar untuk
dieksplorasi kekayaan alamnya, tapi juga menjadi daerah pemasaran produk dari
negara penjajah. Sesuai dengan teori-teori mazhab klasik yang saat itu sedang
berkembang di Eropa, antara lain :
a. Pendapat
Adam Smith bahwa tenaga kerja produktif adalah tenaga kerja yang menghasilkan
benda konkrit dan dapat dinilai pasar, sedang tenaga kerja tidak produktif
menghasilkan jasa dimana tidak menunjang pencapaian pertumbuhan ekonomi. Dalam
hal ini, Inggris menginginkan tanah jajahannya juga meningkat kemakmurannya,
agar bisa membeli produk-produk yang di Inggris dan India sudah surplus
(melebihi permintaan).
b. Pendapat
Adam Smith bahwa salah satu peranan ekspor adalah memperluas pasar bagi produk
yang dihasilkan (oleh Inggris) dan peranan penduduk dalam menyerap hasil
produksi.
c. The
quantity theory of money bahwa kenaikan maupun penurunan tingkat harga
dipengaruhi oleh jumlah uang yang beredar.
Akan tetapi, perubahan yang cukup
mendasar dalam perekonomian ini sulit dilakukan, dan bahkan mengalami kegagalan
di akhir kekuasaan Inggris yang Cuma seumur jagung di Hindia Belanda.
Sebab-sebabnya antara lain :
a. Masyarakat
Hindia Belanda pada umumnya buta huruf dan kurang mengenal uang, apalagi untuk
menghitung luas tanah yang kena pajak.
b. Pegawai
pengukur tanah dari Inggris sendiri jumlahnya terlalu sedikit.
c. Kebijakan
ini kurang didukung raja-raja dan para bangsawan, karena Inggris tak mau mengakui
suksesi jabatan secara turun-temurun.
Ø Cultuurstelstel
Cultuurstelstel (sistem tanam paksa) mulai diberlakukan pada tahun 1836 atas inisiatif Van Den Bosch. Tujuannya adalah untuk memproduksi berbagai komoditi yang ada permintaannya di pasaran dunia. Sejak saat itu, diperintahkan pembudidayaan produk-produk selain kopi dan rempah-rempah, yaitu gula, nila, tembakau, teh, kina, karet, kelapa sawit, dll. Sistem ini jelas menekan penduduk pribumi, tapi amat menguntungkan bagi Belanda, apalagi dipadukan dengan sistem konsinyasi (monopoli ekspor).
Cultuurstelstel (sistem tanam paksa) mulai diberlakukan pada tahun 1836 atas inisiatif Van Den Bosch. Tujuannya adalah untuk memproduksi berbagai komoditi yang ada permintaannya di pasaran dunia. Sejak saat itu, diperintahkan pembudidayaan produk-produk selain kopi dan rempah-rempah, yaitu gula, nila, tembakau, teh, kina, karet, kelapa sawit, dll. Sistem ini jelas menekan penduduk pribumi, tapi amat menguntungkan bagi Belanda, apalagi dipadukan dengan sistem konsinyasi (monopoli ekspor).
Setelah
penerapan kedua sistem ini, seluruh kerugian akibat perang dengan Napoleon di
Belanda langsung tergantikan berkali lipat. Sistem ini merupakan pengganti
sistem landrent dalam rangka memperkenalkan penggunaan uang pada masyarakat
pribumi. Masyarakat diwajibkan menanam tanaman komoditas ekspor dan menjual
hasilnya ke gudang-gudang pemerintah untuk kemudian dibayar dengan harga yang
sudah ditentukan oleh pemerintah. Cultuurstelstel melibatkan para bangsawan
dalam pengumpulannya, antara lain dengan memanfaatkan tatanan politik
Mataram--yaitu kewajiban rakyat untuk melakukan berbagai tugas dengan tidak
mendapat imbalan--dan memotivasi para pejabat Belanda dengan cultuurprocenten
(imbalan yang akan diterima sesuai dengan hasil produksi yang masuk gudang).
Bagi masyarakat pribumi, sudah tentu
cultuurstelstel amat memeras keringat dan darah mereka, apalagi aturan kerja
rodi juga masih diberlakukan. Namun segi positifnya adalah, mereka mulai
mengenal tata cara menanam tanaman komoditas ekspor yang pada umumnya bukan
tanaman asli Indonesia, dan masuknya ekonomi uang di pedesaan yang memicu
meningkatnya taraf hidup mereka. Bagi pemerintah Belanda, ini berarti bahwa
masyarakat sudah bisa menyerap barang-barang impor yang mereka datangkan ke
Hindia Belanda. Dan ini juga merubah cara hidup masyarakat pedesaan menjadi
lebih komersial, tercermin dari meningkatnya jumlah penduduk yang melakukan
kegiatan ekonomi nonagraris.
Jelasnya, dengan menerapkan
cultuurstelstel, pemerintah Belanda membuktikan teori sewa tanah dari mazhab
klasik, yaitu bahwa sewa tanah timbul dari keterbatasan kesuburan tanah. Namun
disini, pemerintah Belanda hanya menerima sewanya saja, tanpa perlu
mengeluarkan biaya untuk menggarap tanah yang kian lama kian besar. Biaya yang
kian besar itu meningkatkan penderitaan rakyat, sesuai teori nilai lebih (Karl
Marx), bahwa nilai leih ini meningkatkan kesejahteraan Belanda sebagai
kapitalis.
Ø Sistem Ekonomi Pintu Terbuka
(Liberal)
Adanya desakan dari kaum Humanis
Belanda yang menginginkan perubahan nasib warga pribumi ke arah yang lebih
baik, mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk mengubah kebijakan ekonominya.
Dibuatlah peraturan-peraturan agraria yang baru, yang antara lain mengatur
tentang penyewaan tanah pada pihak swasta untuk jangka 75 tahun, dan aturan
tentang tanah yang boleh disewakan dan yang tidak boleh. Hal ini nampaknya juga
masih tak lepas dari teori-teori mazhab klasik, antara lain terlihat pada :
a. Keberadaan
pemerintah Hindia Belanda sebagai tuan tanah, pihak swasta yang mengelola
perkebunan swasta sebagai golongan kapitalis, dan masyarakat pribumi sebagai
buruh penggarap tanah.
b. Prinsip
keuntungan absolut : Bila di suatu tempat harga barang berada diatas ongkos
tenaga kerja yang dibutuhkan, maka pengusaha memperoleh laba yang besar dan
mendorong mengalirnya faktor produksi ke tempat tersebut.
c. Laissez
faire laissez passer, perekonomian diserahkan pada pihak swasta, walau jelas,
pemerintah Belanda masih memegang peran yang besar sebagai penjajah yang
sesungguhnya.
Pada akhirnya, sistem ini bukannya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat pribumi, tapi malah menambah penderitaan,
terutama bagi para kuli kontrak yang pada umumnya tidak diperlakukan layak.
Ø
Pendudukan
Jepang (1942-1945)
Pemerintah militer Jepang menerapkan
suatu kebijakan pengerahan sumber daya ekonomi mendukung gerak maju pasukan
Jepang dalam perang Pasifik. Sebagai akibatnya, terjadi perombakan
besar-besaran dalam struktur ekonomi masyarakat. Kesejahteraan rakyat merosot
tajam dan terjadi bencana kekurangan pangan, karena produksi bahan makanan
untuk memasok pasukan militer dan produksi minyak jarak untuk pelumas pesawat
tempur menempati prioritas utama. Impor dan ekspor macet, sehingga terjadi
kelangkaan tekstil yang sebelumnya didapat dengan jalan impor.
Seperti ini lah sistem sosialis ala
bala tentara Dai Nippon. Segala hal diatur oleh pusat guna mencapai
kesejahteraan bersama yang diharapkan akan tercapai seusai memenangkan perang
Pasifik.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Sebelum merdeka,
Indonesia mengalami masa penjajahan yang terbagi dalam beberapa periode. Ada
empat negara yang pernah menduduki Indonesia, yaitu Portugis, Belanda,Inggris,
dan Jepang. Portugis tidak meninggalkan jejak yang mendalam di Indonesia karena
keburu diusir oleh Belanda, tapi Belanda yang kemudian berkuasa selama sekitar
350 tahun, sudah menerapkan berbagai sistem yang masih tersisa hingga kini.
Untuk menganalisa sejarah perekonomian Indonesia, rasanya perlu membagi masa
pendudukan Belanda menjadi beberapa periode, berdasarkan perubahan-perubahan
kebijakan yang mereka berlakukan di Hindia Belanda (sebutan untuk Indonesia
saat itu).
menganalisa sejarah perekonomian
Indonesia, rasanya perlu membagi masa penjajahan kolonial menjadi beberapa
periode, berdasarkan perubahan-perubahan kebijakan yang mereka berlakukan di
Hindia Belanda (sebutan untuk Indonesia saat itu) :
Ø Vereenigde
Oost-Indische Compagnie (VOC) (belanda )
Ø imperialisme
modern ( inggris )
Ø Cultuurstelstel (belanda )
Ø Sistem
Ekonomi Pintu Terbuka (Liberal) (belanda )
Ø kebijakan
pemerasan sumber daya ekonomi (jepang)
3.2
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Buku modul mata
kuliah sejarah pemikiran ekonomi. Creutzberg, Pieter,
dan JTM Van Laanen. 1987. Sejarah Statistik
Ekonomi Indonesia.
Yayasan Obor Indonesia : Jakarta
Leirissa, RZ, GA Ohorella, dan Yuda B.
Tangkilisan.1996. Sejarah Perekonomian Indonesia.
Departemen pendidikan dan kebudayaan RI
: Jakarta
Mustopo,
M.Habib, dkk. 2005. Sejarah 3. Yudhistira:Jakarta
Thank's gan infonya !!!!
BalasHapuswww.bisnistiket.co.id
Best 10 Casinos Near Harrah's Philadelphia - Mapyro
BalasHapusFind the best 10 casinos near Harrah's Philadelphia in Philadelphia, PA. 보령 출장샵 Click 안양 출장샵 here 과천 출장마사지 for hours, directions, reviews and 벳 365 more. 익산 출장마사지